Memilih Bahagia
Apakah dalam derita kita bisa bahagia? Bisa sekali, kenapa tidak. Buktinya kita bisa temukan dalam Sabda Bahagia yang diajarkan Yesus. Bencana dalam berbagai bentuknya hanya bisa memancing manusia untuk menderita. Penderitaan dan kebahagiaan bukan suatu yang niscaya, melainkan pilihan. Setiap orang bebas untuk memilih bahagia atau menderita, ketika bencana mengancam.
LECTIO DIVINA
Rm. Gabriel Hela Koten, OCSO
2/16/20253 min baca
Konten postingan
Saudara-saudari terkasih...
“Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.” (Luk 6:21).
Di awal tahun 2025, terdapat suatu peristiwa yang cukup menggemparkan. Kebakaran hutan yang terjadi di Los Angeles (LA), California, Amerika Serikat menjadi sorotan media internasional. Kebakaran tersebut terjadi pada Selasa (7/1/2025) dan meluas pada Kamis (9/1/2025) waktu Amerika Serikat. Menurut Kompas.com, kebakaran hutan yang terjadi di LA itu telah menghancurkan lebih dari 12.000 bangunan dan menghanguskan lebih dari 40.000 hektar tanah. Korban jiwa akibat kebakaran itu tercatat: 27 orang tewas, 31 orang hilang, dan kerugian ekonomi mencapai Rp. 4.500 triliun. Di daerah kita ada bencana letusan gunung Lewotobi laki-laki yang juga meninggalkan jejak kehancuran, korban jiwa dan kerugian secara ekonomi, sosial dan trauma psikologis. Tiga hari yang lalu, umat Stasi Lamanabi berduka karena kematian satu anggotanya akibat sakit penyakit. Mungkin juga situasi keluarga kita saat ini yang tidak baik-baik saja. Apakah dalam situasi seperti itu, kita bisa mendengarkan dan menerima Sabda Bahagia?
Apakah dalam derita kita bisa bahagia? Bisa sekali, kenapa tidak. Buktinya kita bisa temukan dalam Sabda Bahagia yang diajarkan Yesus. Bencana dalam berbagai bentuknya hanya bisa memancing manusia untuk menderita. Penderitaan dan kebahagiaan bukan suatu yang niscaya, melainkan pilihan. Setiap orang bebas untuk memilih bahagia atau menderita, ketika bencana mengancam. “Sabda Bahagia”, merupakan sebuah jalan yang ditunjukkan Yesus kepada kita untuk menemukan kebahagiaan di tengah kemiskinan, kelaparan, kesedihan bahkan kematian sekalipun. Untuk melalui jalan itu, kita perlu membuka diri kepada Roh Kudus agar Roh Kudus mengosongkan hati kita dari segala hal yang menentang Allah, sehingga hati kita dipenuhi secara berlimpah dengan hidup ilahi. Allah senantiasa memberi kita sukacita, damai-sejahtera yang melampaui pemahaman kita, suatu damai yang membebaskan kita dari jebakan penderitaan. Sukacita yang lebih nikmat daripada nikmat duniawi mana pun. Yesus memberikan kepada kita “Sabda Bahagia” sebagai janji sekaligus harapan untuk memperoleh kebahagiaan sejati. Harapan selalu memuat di dalamnya sebuah kepastian. Secara bersama-sama, “Sabda Bahagia” membentuk suatu sketsa karakter dari kehidupan Kristiani, yakni kehidupan yang memimpin kita untuk memilih kebahagiaan karena Kristus.
Saudara/i terkasih...
Saat kita membaca atau mendengarkan ”Sabda Bahagia”, kita perlu memegang satu kebenaran dalam budi, hati dan batin kita yakni: Yesus tidak pernah mengajarkan teori yang muluk-muluk. Ia selalu mengajar berdasarkan pengalaman hidup-Nya sendiri di hadapan hadirat Allah Bapa dan setia mencari segala jalan untuk menyenangkan Allah semata. Dengan demikian, ketika Yesus berkata bahwa “orang yang miskin”, “orang yang lapar”, “orang yang menangis/bersedih hati”, “orang yang dibenci”, “orang yang dianiaya/dikucilkan” adalah orang-orang yang berbahagia, atau terberkati; Ia tidak sekadar mempresentasikan suatu agenda teoritis tentang redistribusi kekayaan. Ia berbicara tentang orang-orang yang dengan kesadaran penuh hidup di hadirat Allah, dan seluruh hidupnya dibentuk oleh interaksi dan persekutuan dengan Allah.
Dari pengalaman hidup-Nya sendiri Yesus mengetahui benar apa artinya menjadi miskin namun kaya karena kerajaan Allah sebagai warisan mereka. Kepada para murid-Nya Yesus berkata: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Luk 9:58). Ia memilih hidup miskin-sederhana karena hati-Nya fokus pada sasaran-sasaran yang jauh lebih tinggi dan kaya: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kehendak-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33). Ia berdoa semalam-malaman (Luk 6:12), berpuasa selama 40 hari dan 40 malam (Mat 4:2) sehingga diri-Nya menjadi lapar, dikosongkan, agar Ia dapat berada bersama Bapa-Nya dalam doa, mencari kehendak-Nya dan menerima kasih-Nya.
Setiap “Sabda Bahagia” menggambarkan suatu aspek berbeda dari kehidupan Allah. Allah-lah yang bersedih hati melihat dosa-dosa kita, Allah yang merindukan keadilan, Allah yang membawa damai sejahtera. Dilihat dengan cara seperti itu, “Sabda Bahagia” adalah undangan kepada kita untuk ikut menerima bagian dalam kehidupan Allah. Apabila “Sabda Bahagia” merupakan tuntutan-tuntutan, maka “Sabda Bahagia” akan menciutkan hati. Siapa yang dapat memenuhi “tuntutan-tuntutan” seperti itu, siapa yang dapat lulus? Namun sebagai undangan, “Sabda Bahagia” merupakan suatu sumber pengharapan, karena Yesus ingin agar kita ikut menerima bagian dalam kebahagiaan-Nya dan kepenuhan berkat-Nya. Hasrat utama Yesus adalah agar kita bersama-Nya menjadi ahliwaris dari hidup Allah.
Sabda Bahagia” berbicara mengenai warisan yang kita terima apabila kita bersatu dengan Yesus. Selagi kita menyediakan waktu bersama Yesus dalam doa, maka Ia memberikan kepada kita suatu hasrat yang lebih besar terhadap diri-Nya. Hasrat kepada Yesus yang membuat kita lebih berkemauan untuk menjalani kehidupan yang mencerminkan “Sabda Bahagia”. Kita memulai suatu siklus pertumbuhan, di mana kita dibimbing kepada pertumbuhan dalam keserupaan dengan Kristus. Semua itu bermula ketika kita mencari wajah Yesus dalam doa, teristimewa dalam Perayaan Ekaristi. Ketika kita menemukan Dia, kita dapat sedikit mencicipi kehidupan-Nya, sehingga kita pun akan terdorong untuk merasakan lebih lagi. Kita menjadi bersedia menanggung kesusahan, untuk menyingkiran kekayaan-kekayaan palsu, untuk berbelas kasih lewat kata-kata dan tindakan-tindakan kasih kita kepada orang-orang lain. Mengapa? Karena kita merasa yakin bahwa tidak ada yang dapat melampaui hidup Yesus Kristus dalam diri kita. Sebab itu, marilah kita dengan hati yang bulat dan utuh mencari wajah Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita. Marilah kita menyediakan waktu yang cukup untuk ada bersama Dia dalam doa. Marilah kita dengan keberanian dan tanpa ragu masuk dalam keheningan agar kita dapat berada bersama Yesus. Perkenankanlah Yesus mengajar kita (Anda dan saya) tentang siapa sebenarnya Dia. Perkenankanlah Dia memberikan kepada kita lebih lagi dari hidup terberkati–hidup bahagia–yang berasal dari kenyataan bahwa kita dapat memandang wajah-Nya lebih jelas lagi dalam hati kita. Jangan pernah lupa saudara-saudari bahwa warisan kebahagiaan surgawi itu memang diperuntukkan bagi kita. Oleh karena itu, marilah kita menerimanya melalui Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita! Amin.
Pertapaan Trappist Lamanabi
Desa Lamanabi RT004/RW002, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur 86251, Nusa Tenggara Timur
© 2024. All rights reserved.
Bandara terdekat:
GEWAYANTANA (LKA) - Larantuka