Menjaga Kebeningan Hati
Saudara-saudari, 40 hari yang lalu kita merayakan Pesta Kelahiran Yesus secara meriah. Hari ini kita rayakan Pesta Yesus dipersembahkan di Kenisah, di Bait Allah. Peristiwa ini sesuai dengan tuntutan Hukum Taurat. Kita dengar dalam bacaan Injil tadi: “anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah”, dan Bapak Yusuf serta Bunda Maria menepati Hukum itu.
LECTIO DIVINA
Rm. Antonius Anjar Daniadi, OCSO
2/2/20254 min read
Saudara-saudari terkasih,
Kalau ada keluarga yang baru mempunyai anak, dalam budaya kita, di setiap daerah, ada yang disebut dengan acara syukuran atas kelahiran anak yang baru lahir. Kalau di Jawa ada acara “SELAPANAN” tiga puluh lima hari setelah anak itu lahir ada upacara syukuran. Pasti di Flores, di Lamanabi, juga ada acara semacam ini dengan nama yang khas Lamanabi. Dalam upacara SELAPANAN itu, atau kita sebut saja upacara SYUKURAN, yang dimohon tentu saja: Keselamatan bagi Si Bayi yang sudah berusia 35 hari, dan sudah mulai panjang/tebal rambutnya. Lalu, upacara itu ditandai dengan pemotongan rambut atau dengan penggundulan kepala.
Saudara-saudari, 40 hari yang lalu kita merayakan Pesta Kelahiran Yesus secara meriah. Hari ini kita rayakan Pesta Yesus dipersembahkan di Kenisah, di Bait Allah. Peristiwa ini sesuai dengan tuntutan Hukum Taurat. Kita dengar dalam bacaan Injil tadi: “anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah”, dan Bapak Yusuf serta Bunda Maria menepati Hukum itu. Lalu, apa arti peristiwa ini, apa arti dari Yesus dipersembahkan di Bait Allah?
Peristiwa ini mempunyai dua arti yang sangat penting. Yang Pertama, peristiwa ini menjadi pengakuan resmi bahwa Yesus yang lahir sebagai manusia, menjadi anak Bapak Yusuf dan Bunda Maria. Sekarang, dengan peristiwa Yesus dipersembahkan di Bait Allah, menjadi resmi-sah, Yesus itu anaknya siapa, anaknya Maria dan Yusuf, lalu masuk dalam dinasti keturunan Daud. Hal ini penting, karena pasti ada yang tanya, Yesus itu siapa Bapaknya? Apalagi kalau kita melihat peristiwa kelahiran-Nya: Maria mengandung dari Roh Kudus. Lalu dengan peristiwa ini, Yesus adalah sah, anak dari Bapak Yusuf dan Bunda Maria.
Kemudian Arti Yang Kedua adalah: peristiwa Yesus dipersembahkan di Bait Allah ini BUKANLAH Peristiwa Biasa. Ini adalah Peristiwa Penting, Peristiwa Keselamatan, yaitu: Allah yang menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus sang bayi itu, yang sekarang berkenan dijumpai oleh manusia, kita semua. Lalu, siapa yang menangkap kehadiran dan kedatangan-Nya? Mereka adalah orang-orang sederhana. Ketika Yesus lahir, orang-orang yang pertama datang dan melihat bayi Yesus adalah Para Gembala. Lalu, hari ini, saat Yesus dipersembahkan di Bait Allah, yang hadir dan menangkap kedatangan Yesus adalah Dua Orang Lansia: Simeon dan Hana. Mereka berdua adalah orang sederhana dan tenang, orang yang mempunyai hati yang jernih-bening, orang yang pikirannya peka untuk menangkap kedatangan dan kehadiran Sang Jurus Selamat.
Saudara-saudari, dalam kehidupan kita, seringkali hati kita tidak lagi bening dan hening. Padahal ketika kita dilahirkan ke dunia, kita lahir dengan hati yang bersih dan bening. Kita bisa lihat ke anak-anak yang datang ikut misa hari ini. Tidak ada anak-anak kecil yang suka pura-pura dan bohong. Kalau lapar/haus mereka nangis, kalau ingin ke kamar kecil, mereka nangis. Belum ada trik-trik/cara-cara untuk berpura-pura, mereka jujur, apa adanya, karena hati mereka, hidup mereka bening.
Nah, dalam perkembangan waktu, hati kita mulai tidak bening lagi, tidak jernih lagi. Kira-kira apa ya yang membuat hati kita tidak bersih lagi, hati kita menjadi tumpul dan tidak peka? Saya mencoba merenungkan hal ini dan kemudian menemukan fakta bahwa hati kita tidak bening, tumpul, dan tidak peka karena kita sendiri terlalu sering BERDUSTA, kita terlalu banyak melakukan KEBOHONGAN. Kebohongan demi kebohongan, dusta demi dusta, tipu menipu, sangat akrab dalam diri kita. Sehingga hati kita yang tadinya bening menjadi kotor, lalu menjadi tumpul, kurang tajam dan kurang peka. Apakah ada di antara kita, yang dalam satu hari, bisa hidup tanpa Dusta, tanpa Kebohongan? Itulah fakta sehari-hari, fakta yang membuat hati kita tidak bersih lagi, tidak tajam lagi.
Lalu, alasan kedua yang membuat hati kita tidak jernih dan tidak tajam lagi adalah karena sering dalam hidup kita, kita digerakkan oleh EMOSI. Yang mestinya kita pikirkan, yang kita hadapi dengan TENANG, justru kita digerakkan oleh Emosi-emosi kita: MARAH, JENGKEL, dan sebagainya. Itu yang bisa membuat hati kita tumpul.
Dan, alasan lain, yang ketiga adalah mungkin hati kita tidak bersih, dan tidak tajam lagi, karena kita kurang BERDOA dan BEREFLEKSI secara pribadi. Kita kurang menyediakan waktu sendiri untuk berdoa, untuk memeriksa kembali dan melihat apa saja yang telah kita pikirkan, katakan dan lakukan, dalam satu hari hidup kita. Apakah kita sudah berbuat yang benar dan berkenan pada Tuhan? Atau apakah kita justru melukai hati Tuhan dan sesama? Itulah tiga sebab yang mengakibatkan hati kita tidak bersih dan kurang bisa menangkap kehadiran dan kedatangan Tuhan.
Lalu, apa yang bisa kita usahakan untuk membersihkan hati dan budi kita? Kita bisa belajar dari 2 Orang Lansia tadi, yaitu: Simeon dan Hana.
Yang pertama, dari sosok Simeon, kita bisa melihat teladan orang yang BENAR dan SALEH. Hidupnya dipenuhi dengan KEBENARAN. Kata-kata, sikap dan perbuatannya BENAR dan SALEH, bukan DUSTA, bukan KEBOHONGAN, karena Simeon adalah orang yang setia menantikan penghiburan bagi Israel dan Roh Kudus ada di atasnya. Hidup Simeon dipenuhi dengan Roh Kudus.
Lalu, yang kedua, dari sosok Hana, apa yang bisa kita teladani? Hana adalah orang yang tidak pernah meninggalkan Bait Allah, karena ingin setia beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Maka, kita pun belajar untuk setia ke Gereja untuk beribadah, bukan hanya untuk para rahib, bukan hanya untuk para Romo dan Frater di pertapaan ini, tetapi juga untuk kita semua, umat beriman. Paling tidak untuk umat, kita belajar setia, seminggu sekali, pergi dan berkumpul dalam Gereja, baik di biara, maupun di Stasi, untuk merayakan ekaristi. Itulah usaha-usaha supaya hati kita hening dan bening.
Lalu, apa lagi yang dilakukan Hana? Tadi disebutkan Hana berpuasa dan berdoa, Hana bermatiraga. Sekarang ini, banyak orang sudah merasa tidak kuat dan tidak tahan lagi bermatiraga. Para Romo dan Frater di biara pun tidak luput dari kelemahan ini. Lapar sedikit saja, sudah tidak bisa berpikir. Capek sedikit, sudah tidak bisa bekerja. Sampai-sampai orang bisa saja “main gila” dengan berkata, “otak manusia ada di perut, karena kalau perut kosong tidak bisa buat apa-apa.” Kita banyak yang tidak tahan lagi untuk bermatiraga. Mungkin yang sudah lansia seperti Simeon dan Hana, Bapak Mama yang sudah lansia, justru lebih kuat dan tahan bermatiraga. Tetapi yang muda-muda justru tidak kuat dan tidak tahan lagi bermatiraga.
Saudara-Saudari. Itulah hal-hal yang bisa kita ambil, kita pelajari, dan kita praktekkan, supaya kita mempunyai hati yang bening, hati yang bersih. Dengan hati yang bening itu, kita menangkap kehadiran Allah. Kita mohon kepada Tuhan, supaya Tuhan mencurahkan Roh Kudus-Nya, mencurahkan kasih setia-Nya dan mengembalikan hati kita menjadi hati yang pantas dan bening. Sehingga hidup kita tidak lagi dipenuhi dengan Dusta, Kebohongan dan Emosi, tetapi diisi dengan Doa, Refleksi dan Matiraga yang tekun.
Bagi Para Romo dan Frater di Pertapaan ini, dan bagi semua biarawan-biarawati, hari ini adalah juga Peringatan Hari Hidup Bakti. Semoga Tuhan mencurahkan Roh Kudus agar hati kita tetap murni, bersih, dan suci sehingga tetap setia dalam jalan panggilan hidup membiara, yang dikuduskan dan dikhususkan bagi Tuhan Allah.
Kemuliaan kepada Bapa, dan Putra dan Roh Kudus. Seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad. Amin.
HOMILI PESTA YESUS DIPERSEMBAHKAN DI KENISAH
Menjaga Kebeningan Hati
Pertapaan Trappist Lamanabi
Desa Lamanabi RT004/RW002, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur 86251, Nusa Tenggara Timur
© 2024. All rights reserved.
Bandara terdekat: GEWAYANTANA (LKA) - Larantuka