Harapan Tidak Mengecewakan Karena Yesus Tidak Akan Pernah Mengecewakan

"Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:3-5).

LECTIO DIVINA

1/22/20255 min read

Mungkin itulah mengapa Paus Fransiskus memilih tema harapan untuk Tahun Yubileum 2025. Bapa Suci ingin kita tahu bahwa, bahkan di tengah-tengah tragedi yang paling menyakitkan sekalipun, kita masih dapat menemukan kekuatan dan penghiburan dalam pesan Injil dan kehadiran Yesus yang tinggal di dalam hati kita. Beliau ingin kita mengetahui bahwa kasih Tuhan selalu hadir di tengah-tengah kita ketika kita menghadapi masalah-masalah yang menyebabkan penderitaan terbesar bagi kita. Hanya dengan mengetahui kehadiran Tuhan - bahkan mempercayai kehadiran-Nya ketika kita tidak dapat merasakannya - dapat menyalakan pengharapan kita. Dan pengharapan itu dapat menjadi sumber penghiburan saat kita melangkah maju dalam iman.

Itulah salah satu kebenaran utama yang dijabarkan oleh Santo Paulus dalam Surat Roma. Merefleksikan pengalamannya sendiri, ia menulis, “Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:3-5).

Rasul Paulus telah menemukan kebenaran yang membebaskan bahwa kasih Allah itu tetap dan dapat menuntun kita melewati badai kehidupan. Jadi, mari kita lihat ketiga ayat tersebtu dan memeriksa tiga cara kasih Allah hadir dalam diri kita ketika kita menghadapi penderitaan dan kesengsaraan.

Tiga Dampak dari Kasih. Sebelum kita melihat ayat-ayat tersebut, akan sangat membantu jika kita melihat bahwa Paulus sendiri mengawalinya dengan kebenaran-kebenaran yang menggembirakan dan menginspirasi: kita dibenarkan karena iman; kita beroleh damai sejahtera dengan Allah; kita dikelilingi oleh kasih karunia; dan kita beroleh janji hidup yang kekal (Roma 5:1-2). Semua kebenaran ini menunjukkan kepada kita bahwa kasih Allah bekerja di dalam diri kita bahkan sebelum kita menghadapi penderitaan.

Inilah sebabnya mengapa Paulus dapat mengatakan bahwa penderitaan dapat mengajar kita untuk bertahan. Memang benar bahwa pencobaan hidup dapat memberikan tantangan yang serius bagi iman kita. Tetapi karena kita telah dibenarkan dan berdamai dengan Kristus, pencobaan juga dapat menjadi kesempatan untuk membangun iman kita. Pencobaan-pencobaan tersebut dapat menggerakkan kita untuk menegaskan kembali kepercayaan kita kepada Tuhan, apa pun yang kita alami. Ketika kita berpegang teguh pada kebenaran-kebenaran ini, kita akan mendapati kasih Allah menguatkan kita, membantu kita untuk bertekun, dan bahkan memberi kita anugerah adikodrati untuk terus maju.

Paulus selanjutnya mengatakan bahwa ketekunan dalam menghadapi pencobaan dapat membangun karakter kita. Ketika kita bertekun melalui penderitaan, kita bertumbuh dalam kebajikan seperti kebaikan, belas kasihan, kerendahan hati, kejujuran, dan kesabaran. Dan kebajikan-kebajikan ini tidak hanya mengubah kita menjadi orang yang lebih baik. Kebajikan-kebajikan ini membentuk karakter Kristus dalam diri kita. Kebajikan-kebajikan ini mengajarkan kita untuk berpikir dan bertindak seperti yang Yesus lakukan. Sama seperti Dia tetap dekat dengan Bapa-Nya di tengah-tengah berbagai cobaan dan kesulitan, kita juga dapat tetap dekat dengan-Nya. Dan sama seperti Yesus yang “belajar taat” melalui penderitaan-Nya, kita pun dapat bertumbuh dalam kebajikan ilahi ketika kita menghadapi penderitaan kita sendiri dengan ketekunan dan iman (Ibrani 5:8).

Terakhir, Paulus mengatakan bahwa ada hubungan antara kesucian dan kebajikan pengharapan. Kita belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri - baik kekuatan maupun kelemahan kita - selama masa-masa sulit dibandingkan saat hidup kita berjalan dengan baik. Jadi, ketika kita melihat karakter kita ditransformasikan dan dibangun selama masa pencobaan, kita dipenuhi dengan pengharapan. Kita melihat bahwa Yesus tidak meninggalkan kita, dan hal ini membantu kita untuk bertumbuh dalam keyakinan. Kita melihat cahaya di ujung terowongan karena kita percaya bahwa Tuhan berjalan bersama kita, bahwa kita akan berhasil melewati cobaan ini, dan bahwa kita akan menjadi lebih baik setelah melewatinya.

Semua ini terjadi kepada kita - secara menakjubkan, ajaib, dan sederhana - karena Tuhan telah mencurahkan kasih-Nya kepada kita. Dan Dia tidak pernah berhenti mencurahkan kasih-Nya!

Pengharapan yang Terus Bertumbuh. Paulus tidak sedang berbicara tentang proses psikologis selangkah demi selangkah di mana satu kebajikan akan membawa kita kepada kebajikan yang lain. Dan ia juga tidak hanya berbicara tentang nilai dari tekad yang mulia - meskipun hal itu memang berperan. Dia berbicara tentang kuasa kasih Allah, yang mengangkat kita, membantu kita berdiri teguh, dan bahkan mengubah kita untuk menjadi lebih seperti Yesus ketika kita menghadapi cobaan hidup.

Jadi, apakah “pengharapan” yang tidak mengecewakan ini? Dan bagaimana kita dapat memperdalam kepekaan pengharapan kita selama Tahun Yubileum? Pada intinya, pengharapan adalah sebuah keyakinan bahwa Yesus berkuasa atas seluruh alam semesta. Pengharapan adalah sebuah keyakinan bahwa Allah memiliki sebuah rencana yang baik dan penuh kasih bagi hidup kita. Pengharapan adalah keyakinan bahwa Yesus akan datang kembali untuk membawa kita masuk ke dalam kerajaan-Nya. Dan keyakinan bahwa kita akan bersama-Nya di surga. Seperti halnya iman, keyakinan ini dapat membantu kita menerima semua yang kita harapkan, bahkan memberikan kita “bukti dari hal-hal yang tidak kelihatan” (Ibrani 11:1). Kita menaruh iman dan pengharapan kita kepada Yesus karena kita percaya bahwa Dia setia. Kita percaya kepada-Nya karena kita percaya bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan kita.

Tentu saja, Paulus tidak mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk bertumbuh dalam pengharapan adalah melalui kesengsaraan dan penderitaan. Tetapi ia memberi tahu kita bagaimana menghadapi penderitaan yang menghampiri kita. Dia memberi kita strategi yang dapat membantu kita melihat jalan kita melalui masa-masa sulit - sebuah strategi yang membantu kita bertahan dengan iman dan yang memberi kita manfaat ekstra untuk membangun kita di dalam Kristus. Ketika kita belajar untuk mengandalkan kasih Allah, yang terus mengalir kepada kita, kita dapat menemukan kekuatan yang kita butuhkan untuk bertahan. Kasih-Nya menopang kita, membentuk karakter kita, dan memenuhi kita dengan pengharapan yang lebih besar dan lebih besar lagi di dalam Yesus dan rencana-Nya bagi hidup kita.

Kasih Allah Dicurahkan ke dalam Hati Kita. “Pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:5). Semua yang telah kita lihat sejauh ini bergantung pada satu kalimat tersebut. Tanpa pencurahan kasih ilahi ini, alur pemikiran Paulus tidak dapat bertahan. Ia tidak mengatakan bahwa penderitaan memiliki kuasa untuk mengubah kita menjadi serupa dengan karakter Kristus. Pengalaman akan kasih Allahlah yang memampukan kita untuk bertahan, untuk membentuk karakter ilahi, dan untuk belajar hidup dalam pengharapan yang nyata dan kekal.

Jadi saat ini, mari kita coba membayangkan kasih Allah sebagai hujan yang turun dengan deras. Bukan gerimis yang rintik-rintik. Bukanlah percikan air yang sesekali saja melainkan curahan kasih yang terus-menerus, yang diberikan kepada kita oleh Roh Kudus. Ini adalah curahan kasih karunia ilahi yang datang kepada kita seperti “air di tanah yang tandus” dan “mata air di tanah yang kering” untuk menyegarkan kita dan memberikan harapan dan keberanian (Yesaya 44:3). Inilah kasih yang Allah ingin curahkan ke dalam hati kita selama Tahun Yubileum ini.

Kita mungkin mengira bahwa kita tidak layak menerima kasih seperti itu. Kita mungkin berpikir bahwa Allah hanya memiliki sedikit yang disisihkan untuk kita. Kita bahkan mungkin berpikir bahwa Allah akan mengasihi kita hanya jika kita menyingkirkan dosa-dosa kita. Tetapi semua pemikiran ini tidak masuk akal ketika kita melihat satu kalimat dari Santo Paulus ini. Jika Roh Kudus terus-menerus mencurahkan kasih Allah, mengapa kita berpikir bahwa Dia akan mengecualikan kita?

Suatu Kasih yang Kekal. Saudara dan saudari, Allah ingin menunjukkan kepada kita kasih-Nya setiap hari. Tidak peduli apakah kita berada di tengah-tengah penderitaan yang berat atau jika semuanya berjalan dengan baik. Ia ingin mencurahkan kasih-Nya ke dalam diri kita agar kita dapat bertekun dan bertahan menghadapi tantangan hidup. Dia ingin agar kasih-Nya menjadi kekuatan utama yang membentuk karakter kita. Dia ingin kasih-Nya menjadi fondasi bagi kehidupan kita sehingga kita dapat hidup dalam pengharapan dan keyakinan, bukan dalam ketakutan atau kepasrahan.

Allah telah mengasihi kita sejak awal penciptaan. Dia mengasihi kita melalui semua pasang surut bangsa Israel. Dia cukup mengasihi kita sehingga mengutus Yesus untuk menebus kita di kayu salib. Dia cukup mengasihi kita untuk mengirimkan Roh Kudus kepada kita pada hari Pentakosta. Dan Dia akan terus mengasihi kita setiap hari dalam hidup kita-sampai akhir zaman.